Pada tahun ini, BSNP
melakuan revisi standar kompetensi lulusan (SKL) pendidikan dasar dan menengah.
Revisi ini dilakukan dengan merumuskan kompetensi yang menyatukan dimensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi sebuah kesatuan serta dirumuskan secara
bergradasi dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Perubahan
SKL tidak dimaksudkan untuk melakukan perubahan kurikulum, tetapi justru
dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam melaksanakan kurikulum. Oleh karena
itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan tetap mengimplementasikan
Kurikulum 2013. Namun demikian, perlu ada komunikasi publik yang baik
sehingga masyarakat memiliki persepsi dan pehamanan yang sama terhadap
perubahan tersebut.
Demikian kesepakatan yang
dicapai dalam pembahasan rancangan perubahan SKL untuk pendidikan dasar dan
menengah yang bertempat di ruang sidang BSNP pada hari Selasa
(15/8/2017). SKL yang dibahas adalah SKL sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016. Turut hadir dalam acara
ini Totok Supriyatno Kepala Balitbang, Hamid Muhammad Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Dadang Sudiyarto Sekretaris Balitbang, Purwadi Direktur Pembinaan
SMA, Awaluddin Tjalla Kepala Puskurbuk, Dian Wahyuni Kepala Biro Hukum dan
Organisasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kiki Yuliati Sekretaris BSNP
dalam paparannya menjelaskan latar belakang revisi SKL SMK. Menurut Kiki, dalam
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 belum ada rumusan SKL SMK. Perumusan SKL ini
dimaksudkan tidak untuk mengubah Kurikulum 2013, melainkan untuk lebih
menyempurnakannya dalam rangka mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.
Totok Suprayitno Kepala
Balitbang menyampaikan bahwa penyempurnaan standar oleh BSNP diarahkan untuk
memudahkan guru melaksanakan Kurikulum 2013, bukan untuk merevisi kurikulum.
“Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan tetap akan melanjutkan Kurikulum 2013. Dalam konteks perubahan
standar ini, penyempurnaan standar oleh BSNP diarahkan untuk
memudahkan guru dalam melaksanakan Kurikulum 2013, bukan untuk merevisi
kurikulum”, ucapnya di dalam rapat pleno BSNP di Jakarta.
Lebih lanjut Totok
memberikan catatan kritis terhadap rumusan SKL yang ada. Menurut
Totok, dalam rumusan tersebut ada tahapan (staging) tetapi rumusannya
berdasarkan lingkungan. Misalnya pada jenjang SD, sebuah kompetensi dibatasi
pada lingkungan lokal, sedangkan untuk SMP pada lingkungan nasional, dan
pada jenjang SMK pada lingkungan internasional.
“Pembatasan kompetensi yang
berbasis wilayah seperti ini tidak memiliki dasar teori yang kuat, sebab
perkembangan anak tidak bisa dibatasi dengan wilayah”, ucap Totok seraya
menambahkan pembatasan sebaiknya dilakukan pada kemampuan yang bisa dicapai
siswa pada jenjang tertentu.
Hamid Muhammad Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah menyampaikan bahwa dalam teori pendidikan ada dua
pendekatan, yaitu pendekatan blok dan sirkuler. Dalam pendekatan blok dibedakan
antara SD dengan SMP dan SMA.
Perubahan SKL
Zainal A. Hasibuan secara
detail menjelaskan perubahan SKL dilakukan pada beberapa aspek. Aspek yang
paling mendasar adalah rumusan kompetensi yang selama ini terpisah-pisah antara
sikap, pengetahuan, dan keterampilan, diintegrasikan menjadi satu kesatuan.
Artinya, dalam sebuah rumusan kompetensi terdapat sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dengan porsi atau bobot yang berbeda. Pada satu rumusan, bisa jadi
bobot keterampilan lebih dominan dibanding bobot pengetahuan dan sikap.
“Penyatuan tiga dimensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan sebab ketiga dimensi tersebut
bukan merupakan aspek yang tidak saling terpisahkan tetapi saling melengkapi
antara satu dengan yang lain”, ucap Ucok panggilan akrab Zainal A. Hasibuan.
Perubahan kedua,
rumusan kompetensi disusun dengan membuat gradasi dari SD/MI, SMP/MTs
sampai dengan SMA/MA. Gradasi kompetensi disusun secara lebih operasional,
jelas, dan terukur untuk mengidentifikasi pencapaian kemampuan peserta didik
antar satuan pendidikan. Artinya, adanya gradasi ini untuk menunjukkan
perbedaan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik pada masing-masing
jenjang.
Selanjutnya, perubahan
dilakukan dengan menetapkan area kompetensi yang meliputi tujuh area, yaitu
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, kebangsaan dan cinta tanah air,
karakter pribadi dan sosial, kesehatan jasmani dan rohani, literasi,
kreativitas, dan estetika. Tujuh area kompetensi tersebut, jika dipetakan akan
terlihat sebarannya pada tiga dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan). Jadi penetapan area ini bukan dimaksudkan menghilangkan ketiga
dimensi kompetensi tersebut, tetapi dimaksudkan untuk memperjelas kompetensi
yang harus dikuasai peserta didik.
Secara terpisah, Bahrul
Hayat Ketua Tim Ahli SKL, menyampaikan bahwa dalam rumusan SKL yang baru ini,
ada perluasan makna literasi dari membaca dan menulis kepada literasi
tentang pengetahuan (knowledge literacy) yang meliputi bahasa dan sastra,
matematika, sain, sosial budaya, teknologi, informasi dan media serta literasi
untuk kehidupan (literacy for life survival). Berdasarkan dua pemahaman tentang
literasi ini, maka istilah literasi dijadikan satu dari tujuh area kompetensi.
Penting untuk dicatat bahwa
fungsi SKL sebagai acuan dalam pengembangan standar isi, standar proses,
dan standar penilaian. Selain itu, SKL juga dijadikan acuan dalam pengembangan
instrumen akreditasi BAN S/M. Selain itu, supaya perubahan SKL tidak
menimbulkan gejolak sosial, perlu dilakukan pemetaan terhadap kurikulum yang
ada sebagai instrumen untuk pencapaian SKL.
(sumber: bsnp-indonesia.org)
0 Komentar
Isikan Komentar Anda